Selasa, 26 Agustus 2014

PERTEMUAN




Malam dingin di bulan Mei, rinai gerimis mengetuk-ketuk dinding jendela kamar. Aku beranjak dari posisi telungkup, mendekati sudut meja meraih remot AC.
"Dingin sekali," gumamku perlahan. Lalu menaikkan suhu ruangan menjadi 20 derajat. Kulirik jam dinding, ehmm … sudah jam 01:15 WIB. Ups! Aku terperanjat karena tiba-tiba ponsel berbunyi. Ada panggilan masuk dengan nomer yang tidak dikenal. Dengan malas kuraih ponsel. Siapa sih orang iseng telpon malam-malam begini, gerutu dalam hati.
"Halo?" Tanyaku malas.
"Halo, malam Fita?"
‘ …’, 'Fita'? Siapa ya, kok tahu nama kecilku. Apa dia teman masa kecil? Suaranya tidak asing, tapi siapa? Dalam hati banyak sekali pertanyaan.
"Ya, siapa ini?" Tanyaku.
Suara di seberang menjawab, "Nie gue Ayat, masih ingat kan? Maaf ya Fit, aku ganggu malam-malam. Kebiasaan dari dulu ya kamu. Suka sekali bergadang, tidak berubah?”
"Oh kamu Ay, apa kabar? Tumben telpon, lagi dimana sekarang?" Tanyaku basa-basi.
"Aku sekarang lagi ada di Singapura, rencana sih mau ke Batam. Kita ketemuan yuk. Kan sudah lama gak ketemu, kangen banget sama kamu".
Aku terdiam, antara kaget dan tidak percaya, seseorang di masa lalu tiba-tiba menelpon. Untuk sesaat angan melayang ke 5 tahun yang lalu. Ayat adalah teman semasa kuliah, walau beda jurusan tapi kita dekat banget atau bisa dibilang kita pasangan tidak terpisahkan. Dimana ada aku disitu pasti ada dia.
"Are you there? Dear." Buyar semua lamunanku.
" … Iiyaa," jawabku tergagap.
"Kita sudah lama banget tidak bertemu sejak aku ... mmm ... kita ketemuan yuk. Sudah 5 tahun loh, kamu gak kangen kah sama aku?" Tanyanya.
"Mmm, gimana ya, tapi ... ?" Ragu aku menjawab pertanyaannya.
"Besok kan hari minggu, gak ada acara kan? Atau jangan-jangan kamu lembur ya? Ayolah, bisa ya. Please?"
“Sebentar tunggu dulu, Kamu sekarang ada di Singapura? Emang ada meeting ya?" Tanyaku.
Suara di seberang menjawab, "Enggak kok, cuman liburan. Suntuk kerja melulu. Sebenarnya gak ada rencana mau ke sini kebetulan ada teman yang mengajak. Pagi tadi setelah sampai di Singapura, tiba-tiba aku ingat sama kamu".
Aku tertawa perlahan. Kemudian berkata, "Gimana ya? Gak ada acara yang penting sih. Yah biasa bersih-bersih rumah. Ok, besok aku usahakan." Suara di seberang menjawab, "Nah gitu dong. Aku tunggu ya. Bye dear!"
"Bye ... " jawabku pendek mengakhiri percakapan.
Aku tutup ponsel, masih terasa panas. Sepanas perasaan yang tiba-tiba mengalir bersama aliran darah. Aku bingung dan akhirnya tertidur dengan perasaan yang tak menentu.
Lantunan adzan Subuh dari Masjid yang terletak di gang sebelah rumah membangunkan semua muslim yang terlena dalam alam mimpi. Alarm ponsel menjerit syahdu mendendangkan instrument ‘Ya Habibi Mustofa’.
Aku menguap perlahan dan melihat jam dinding 04:30am WIB, meraih ponsel dan mematikan alarm. Perlahan bangkit dari tempat tidur untuk meraih segelas air putih. Langsung menuju kamar mandi.
Setelah selesai mandi aku kembali ke kamar. Dengan malas kembali menyelesaikan pekerjaan yang terbengkalai malam tadi.
Ditengah keasyikan menikmati setiap tulisan yang terjalin bersama angka-angka yang tertera di layar komputer, tiba-tiba kembali dikejutkan oleh suara Justin Biber nada ponsel.
"halo, siapa ya?" Sedikit jutek aku bertanya
Suara di seberang terdengar tertawa perlahan, "Ih, kenapa nomerku tidak disimpan. Nie aku Ayat. Jadi kan kita ketemuan? Aku sekarang menuju pelabuhan Ferry, mau beli tiket ke Batam. Bye the Way, nanti aku turun di pelabuhan mana ya? Maaf, aku kan belum pernah ke Batam".
Aku menjawab, "Walah, gimana sih. Sebentar ya Ay, aku tanya kakak dulu."
Dengan tergesa aku letakkan ponsel dan menjumpai kakak. Dengan detail dia memberi petunjuk, setelah selesai bertanya kembali meraih ponsel dan berkata "Ay kamu masih disana? Kata kakak, nanti kamu turun ke Pelabuhan International Ferry tapi yang Batam Center bukan yang Sekupang. Karena di Pelabuhan Ferry itu ada Mall, namanya Mega Mall. Kita ketemu disana ya. Gimana?"
Suara diseberang menjawab, "Ok, aku tunggu ya. Ini sebentar lagi sampai ke pelabuhan"
"Iya," jawabku mengakhiri percakapan dan menutup panggilan. Dan kembali melanjutkan pekerjaan yang tertunda.
Jam dinding menunjukkan pukul 07.30am WIB. Ponselku bergetar, 1 massage from 0813********,
‘hai, aku sudah beli tiket jam 10:00am. Ingat, jangan sampai gak datang! Aku tunggu ya. Lov3 *u* :*’
Dengan sedikit tergesa aku simpan semua kerjaan dalam satu file kemudian mematikan laptop. Bergegas berdandan seperti biasa. Gak mau ribet, aku memakai baju kaos kesayanganku coklat susu dipadu dengan blus coklat dan celana kain warna senada.
Aku berjalan menuju pintu rumah. Eh, kayanya ada yang kurang atau ada yang tertinggal. Buru-buru kembali ke kamar, kusambar dengan riang tas kecil, tas kesayanganku.
"Mbak aku keluar sebentar ya, mau ke Batam Centre. Ada janji sama teman." Aku pamit kepada kakak.
Sekilas terlihat dia mengangguk.
Dengan berjalan seperti biasa, aku menuju halte menunggu bis ke Batam centre. Sengaja naik bus tidak mengendarai motor sendiri, karena masih trauma habis kecelakaan beberapa bulan yang lalu. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya bis pun datang, Bus Trans Batam Centre – Batu aji pun sukses memanggilku untuk masuk ke dalam.
Kuambil tempat duduk sebelah kiri, bangku 1 dekat jendela. Sengaja sih, biar gak ada acara desak-desakan kalau bis penuh penumpang. Bersama bis yang meluncur berlahan, angan pun melayang pada seseorang. Orang sebenarnya tak ingin kuihat dan temui lagi.
Tapi yah bagaimana lagi, takdir mempertemukan kami disini. Di Pulau lintas transit ke luar negeri, pulau Batam.
Kulirik arlojiku 09:35, masih ada waktu.
Ups! Getar ponsel mengagetkanku.
"Haloo"
"Hai Fit, aku sudah sampai Pelabuhan Ferry," kata suara di seberang.
"Loh, bukannya jam 10. Aku baru saja berangkat, belum ada setengah perjalanan," jawabku.
Jawab suara di seberang, "Hehe, kelepasan tadi aku kirim pesan ke kamu jam 10. Ya udah, kalau gitu aku ke bagian imigrasi dulu."
Aku tertawa kecil sambil menjawab, "Iya sekali-kali kamu yang nunggu aku, gak apa kan. Kalau belum sarapan, sana gih beli sarapan dulu."
Jawabnya, "Ho … Oh, oke deh. Aku turun cari makan dulu ya. See you dear.”
"Ok sip!" Aku tutup percakapan.
Selang beberapa menit, akhirnya bus melewati jembatan penghubung Pelabuhan Ferry dengan Mall terkenal di kota batam, MegaMall. Tiba-tiba ponselku berbunyi lagi, "Ya Ay. Kenapa?"
"Sudah sampai mana?" suara di seberang terdengar tidak sabar.
Sambil terkekeh aku menjawab, "Ih, gak sabaran banget. Nie sudah hampir nyampe halte. Tunggu saja di dalam Mall. Oke bos!"
"Sip, aku tunggu. Gak pake lama, kangeeennn. He he he"
"Oke," jawabku singkat
Perlahan bus menepi, aku bersiap turun dan berjalan menuju MegaMall. Ponselku berbunyi kembali.
"Ya ay?"
"Hai, sudah sampai?" Tanyanya
Jawabku, "Sudah, ini lagi turun dari bis, sudah sampe halte."
Suara di seberang, “Halte? Hmm, pakai baju warna apa sekarang?”
“hari nie, aku pakai setelan coklat”
Suara di seberang, “hai, aku lihat kamu! Lihat di jembatan penyeberangan!”
Aku melihat tepat persis di tengah-tengan jembatan ada yang melambai, pasti itu dia. Aku pun balas melambai
Suara di seberang, “Ok, aku turun ya”
“Iya,” sambil senyum dan mematikan ponsel, aku bergegas menuju pintu timur. Setelah masuk MegaMall, kuperlambat jalan tangga berjalan.
Perlahan aku lihat seseorang yang turun dari atas escalator, aku tak berani melihat dia. Karena orang itu pasti Ayat. Aku pun berjalan santai sambil lihat-lihat orang lalu lalang seolah-olah tak menyadari kedatangannya. Ayat pun menghampiriku, dan mengulurkan tangan. (pastinya untuk ngajak salaman bukan untuk kasih sumbangan..hehehe)
“Hai!”
“Hai,” sahutku perlahan.
“Lama tak berjumpa, apa kabar? Kamu kok tetap kurus, gemukin dikit dong?” Sambil menjabat tanganku dia bertanya kabar. Lama tangan kita saling berjabat tangan, sampai aku berinisiatif untuk menarik tanganku, tapi Ayat menahan tanganku lebih lama. (Hmm, yah adegan ini mirip drama-drama di film-film yang di TV Itu loh. Yang suka lihat film sinetron pasti sudah faham)
“Kabarku baik. Bagaimana kabarmu? Kesini dengan siapa Ay?” Aku bertanya sambil clingak-clinguk kanan-kiri.
Tidak menanggapi pertanyaan yang kuajukan, dengan cuek diapun menggandengan tanganku menuju tangga berjalan naik ke lantai 2.
“Lapar nih, cari makan yuk. Aku mau makan masakan Padang, di Singapura makanannya tidak ada yang enak. Nggak ada selera untuk makan di sana. Dimana aku bisa temukan masakan Padang disini. Say ?”
Masih kaget dengan perlakuan Ayat yang menggandeng tanganku seperti waktu kita masih bersama dulu (waduh, seandainya dia bisa mendengar suara jantungku, pasti dia kaget. Jantungku berdetak cepet banget).
Tiba-tiba fikiranku kosong dan bingung mau bicara apa. Setalah mengatur nafas, akhirnya aku jawab.
“Eh … Oh, aku nggak tau. Kayaknya masih belum buka deh. Tuh semua kafe masih pada berbenah”
“Yah, padahal aku pengen masakan Padang. Ya sudah kita ke KFC saja deh, yuk.”
Akhirnya aku berhasil melepaskan tangan dari genggamannya. Dia terkejut, tapi kemudian tersenyum. Kita jalan beriringan menuju KFC.
“Fit, kamu mau makan apa?”
“Tidak usah, aku udah makan tadi di rumah”
Mm … Jangankan untuk makan. Untuk minum saja gak selera, kalah dengan suasana hati yang tak karuan. Karena masih shock mau ketemu kamu. Aku membatin.
“Ok, no problem. Tunggu ya”
Aku pun cari tempat duduk yang nyaman untuk ngobrol, akhirnya terlihat bangku kosong di pojok ruangan dekat dinding kaca. Biar bisa leluasa melihat suasana di luar MegaMall. Tak beberapa lama Ayat pun datang dengan pesanan ditangannya.
“Nih, buat kamu.” Sambil tersenyum dia mengulurkan segelas coklat panas kesukaanku.
“Eh, kok tau,” kataku sambil menerima gelas itu.
“Kamu tuh ya.., apa sih yang aku lupa dari kamu. Semua tentang kamu aku selalu ingat.” Sambil mengedipkan sebelah mata dan tersenyum kas dengan lesung pipit. Dia pun menggeser kursi tepat di depanku, kita pun duduk diam berhadapan.
“Eitz, doa dulu sebelum makan,” kataku
“Sudah ... ” Cuek dia menjawab sambil terus menyuapkan nasi plus ayam goyeng ke mulutnya. Ya, pastilah. Gak mungkin dia menyuapkan ke mulutku … hehe
“Fit. Bagaimana kerjaan kamu?”
“Baik,” jawabku singkat
“Masih kerja di Butik?”
(Eh, aku belum cerita ya. Begini, sebelum aku kerja sebagai accounting staff Perusahaan kontraktor aku kerja sambilan di butik milik teman kakakku)
“Aku sekarang nggak kerja disana lagi, aku sekarang kerja sebagai staff di perusahaan Kontraktor. Yah, back to basic”
Ayat mengangguk, karena dia tahu aku kuliah ambil jurusan Komputer dan akuntansi bisnis. (Pastilah jadi accounting / staff bukan jadi tukang buka portal..hehehe)
“Ow, dimana kerja kamu sekarang. Fit ?”
“Yah, sekitar 15 menit dari sini. Masih sekitar Batam Centre.”
“Fit, kamu bener gak makan. Nie aku suapin. A aaa..”
“Ih, nggak. Udah makan gih, gak usah banyak bercanda.”
“Hehe, akhirnya aku ketemu makanan yang sesuai lidahku. Mau balas dendam, karena waktu di Singapur gak ada yang sesuai dengan lidahku, Fit”
“Masa … Masa bodoo … ” Kataku bercanda
Ayat melotot, kemudian tersenyum. Tapi kemudian melanjutkan makannya.
“Iya. Nasinya, nasi lamak. Biasa yang jual orang melayu”
“Ow, gitu. Masa sih kamu sendirian kesini, Ay??”
“Tidak juga. Aku bersama teman satu kampungku. Gak tau kemana tuh anak. Bentar ya, aku telpon dia. Takutnya ilang … Hehehe.”
Ayat terlibat obrolan sesaat dengan temannya lewat ponselnya.
“Dimana dia, Ay??”
“Masih dalam perjalanan kemari. Nah, tu dia. Sini Am! Fit, nie kenalin Aam teman CSku waktu dikampung dulu ... hehe.”
Aku dan Aam pun berkenalan, tapi tak berapa lama dia pamit untuk pesan makanan juga.
“Fit, kamu masih sama seperti dulu. Kurus tapi manis”
“Yee, rayuanmu menghina banget. Hehe ... Bagaimana kabar istrimu, kok gak diajak?”
“Dia takut naik pesawat, trauma waktu cuaca buruk kemarin.”
“Iya kah, tapi yang pasti mungkin dia gak tega juga ninggalin anak kamu yang masih kecil.”
“Iya kale ... Fit, habis makan kita jalan-jalan dulu ya. Aku pengen tahu kota batam, sebelum aku kembali ke Singapur.”
“Oya Ay, jam berapa kalian kembali ke Singapur?”
“Eh Fit, tau Batam sedekat ini. Nyesel aku beli tiket PP Singapura-Batam, trus mendingan pulang ke Surabaya dari Batam saja. Biar bisa lebih lama ketemu dengan kamu.”
“Nie anak, ditanya A jawabnya Z. Gak nyambung! Hei, Ay jelek. Kamu kembali ke Singapura jam berapa?” Upz! Keluar deh kata-kata gurauan semasa masih bersama dulu. Aku panggil dia Ay jelek dan dia akan balas dengan cubit hidungku. Dan … Itu pun hampir terjadi. Tapi refleks aku menghindar. Ya iyalah, lawong tangannya kotor. Tapi walaupun tangannya bersih aku mungkin juga menghindar. Sakit tau kalau hidung dicubit.
“Nanti jam 3, aku baliknya sayang … ”
Deg! Kenapa mesti panggil sayang lagi sich. Oh, MG ... ! Semoga aku kuat menghadapi suasana dilema ini.
Sambungnya, “Mau sekalian cari oleh-oleh untuk anak-anak di kantor, ntar pada cicit cuit gak dibawain oleh-oleh. Ayolah, kita jalan-jalan ya, aku kangen sama kamu. Suwer, kangen banget.”
“Memang mereka mau kamu kasih oleh-oleh apaan?”
“Apa saja asalkan berbau singapura. Aku sudah selesai, cuci tangan dulu ya. Baru nati kita jalan-jalan”
Ayat melenggang menuju wastafel untuk cuci tangan. Kupalingkan wajah melihat suasana di seberang jalan MegaMall. Mata memang melihat orang yang lalu lalang, serta para sopir taxi yang mencari mangsa. Tapi fikiran ini tidak tahu kemana, mengembara. Lama asik melamun, hingga tak menyadari kalau Ayat sudah duduk kembali ke bangkunya.
“Hai! Nglamun saja. Yuk, kita jalan”
“Dasar Ay jelek, ganggu orang lagi asik saja. Tuh, si Aam belum selesai. Tungguin lah..”
“Yawes, kita tunggu di luar ruangan saja yuk. Disini panas banget”
Aku menunjuk pintu, ada tertulis ‘Smoking Area’. Dia cengengesan lalu nggeloyor pergi, kebiasaan jelek. Tapi, kemudian dia berhenti sambil melambai menyuruhku agak bergegas.
“Ay, kita duduk disini dulu ya. Sambil nunggu Aam selesai dengan makanannya”
“Yupz! Fit ... ?”
“Ya, napa lagi?”
“Fit, Aku bersyukur banget bisa bertemu dengan kamu lagi. Ini semua jawaban atas doaku selama ini, aku pengen ketemu kamu sebelum kamu menikah. Bisa berabe kalau kamu sudah menikah, bisa-bisa aku digorok sama orang yang takut kehilangan bidadari cantiknya.”
“Preet! Halah engak usah gombal ah, sudah basi. Hehehe”
“Suwer fit, aku gak bohong. Demi Tuhan aku masih sayang banget sama kamu, walaupun sekarang aku sudah ‘...’  Ah, gak usah dibahas. Kamu kapan menikah? Aku lihat-lihat dari status di FB kamu dalem banget, siapa yang telah berhasil memikat bidadari mungilku ini, pastinya harus lebih dari aku. Siapa dia say?”
“Enak aja mungil, tinggi kamu cuma 5 centi di atasku. Doain saja deh, nanti kalau sudah pasti aku akan kabari. Nunggu kamu ikhlasin aku juga ... Hahahaha”
(Aku cengengesan, karena memang sih dia lebih tinggi 5cm, aku 165cm sedang Ayat 170cm. Sebenarnya dalam hati aku juga membenarkan kata-kata Ayat, karena aku juga bersyukur takdir mempertemukan kami kembali. Tapi yah namanya juga jaga ‘image’, akhirnya kata-kata itu yang keluar dari mulutku)
Ayat menatap lembut, hanya menatap. Tapi, itulah yang aku takutkan. Karena sorot mata dia yang seperti itu dulu telah sukses meluluh-lantakkan hati ini. Tak mau terhanyut perasaan yang sekarang sudah amat terlarang, kubuang pandangan ke seorang SPG yang sedang berbenah di stand-nya.
Akhirnya, setelah berhasil keluar dari zona terlarang itu. Kembali menatap Ayat, tapi ternyata dia masih pada posisi awal. Memandangku.
“Ay, sudah ah! Jangan liatin aku kayak gitu, gak ada kerjaan banget.” Aku bicara sambil mengibaskan tangan di depan muka Ayat, dia pun refleks mengulurkan tangannya untuk menjangkau tanganku. Tapi, saat tangan itu hampir meraih tanganku, ayatpun menarik kembali tangannya.
(Ah Ayat, kamu masih seperti yang dulu. Selalu bisa menyembunyikan gejolak hatimu, kataku dalam hati)
“ Fit, yuk! Tuh, Aam sudah selesai. Tapi kita ke ATM centre dulu ya, aku gak ada uang rupiah.”
“Ok”
Kita pun bertiga berjalan beriringan, sengaja aku mengambil sisi kiri sebelah Aam, tapi tak berapa lama Ayat pun menoleh ke arahku dan menghentikan langkahnya untuk memutar menjejeri langkahku.
“Di mana ada ATM centre, Fit?”
“Hmm, di mana ya ... Aduh, kenapa blank fikiranku ya. Eh itu Ay, di pojok kanan dekat jendela kaca.”
Untuk menyembunyikan perasaanku yang masih sesuatu (hehe, syahrini kale). Aku pun mengambil jalan memutar menuju ATM centre. Ayat pun bergegas menuju ATM centre. Tapi tiba-tiba dia berhenti, clingak-clinguk mencari aku. Aku memberi isyarat kalau aku jalan memutar, dia pun tersenyum dan melanjutkan jalannya.
Sambil menunggu Ayat antri di mesin ATM, aku berdiri di dekat dinding kaca di lantai dua MegaMall. Hujan rintik-rintik mengguyur kota Batam, tapi semakin lama semakin deras.
Alhamdulillah hujan, ucapku dalam hati
“Hei Fit, nglamun aja. Ntar kesambet loh. Lah, hujan … Trus, gimana? Gak jadi dong kita jalan-jalan?”
“Yah, gak jadi lah. Aku gak mau basah kuyup ... ”
“Ya udah, kita cari tempat duduk yuk.” Aam yang sejak tadi diam, akhirnya buka suara.
Aku dan Ayat menganggukkan kepala, kita pun berjalan mencari tempat duduk untuk ngobrol santai. Tiba-tiba Aam berhenti di stand sovenir.
Aam bilang: “Eh, kita beli oleh-oleh yuk. Nie ada gantungan kunci tertuliskan Singapore, bagus loh. Nie ada pemotong kukunya juga bagus, ada yang tulisan batamnya juga”
“Eits! Jangan yang ada tulisannya Batam. Nanti ketahuan kalau kita mampir batam, wah ... bisa berabe ntar di rumah. Kita cari yang tertulis singapura saja deh. Hehehe.” Ayat cengengesan.
(“Hmm, takut ketahuan istrinya ternyata si jelek ayat nie.” kataku dalam hati dan tersenyum)
Aku bertanya pada SPG Penjaga Stand, “Kak, selain accessories. Ada gak kaos yang bertuliskan singapura?”
SPG itu mengangguk dan mengajak kami ke Toko (stoker stand itu). Kita pun berjalan beriringan menuju toko accessories itu. Setelah sampai akhirnya Ayat dan Aam sibuk tanya ini tanya itu, pilih ini pilih itu, tawar ini tawar itu. Ya ... yang jelas namanya keduanya sama-sama orang yang gokil, sesekali bercanda dengan salah satu penjaga toko. Ayat berkata padaku “Fit, pilihkan tas untuk ibuku ya. Aku pengen belikan tas untuk ibuku”
“Ok,” jawabku
Sambil melihat-lihat tas yang ada di etalase dan almari, pilihanku jatuh pada tas tangan warna merah. Bertali pendek, yang biasa ibu-ibu kenakan untuk arisan. Aku melihat Ayat, tapi tidak jadi kupanggil. Nanti kalau aku pilihkan tas untuk ibunya, pastinya secara tak langsung ada kenangan di dalam tas situ. Padahal sudah berjanji tak akan mengenang ataupun memberi kenangan untuk hubungan kita yang sudah berakhir. Makanya, dahulu semua pemberian Ayat. dimulai dari cincin, baju yang dipilihkan ibunya, surat cinta, kata-kata motivasi penyemangat, bantal love hadiah waktu aku ultah yang ke-22, pokoknya semua pernak pernik yang dia berikan kukembalikan padanya sebagai kado pernikahan dia. Yah, kado sakit hati dan air mata lebih tepatnya. Aku kembali memutar melihat-lihat lagi. Iseng terlihat tas tangan yang warna abu-abu, bulat, wah dusun banget deh pokoknya. Sambil cekikikan sendiri aku panggil ayat.
“Ay, kalau ini gimana? Ibu suka gak?”
“Ah, kamu nie Fit. Gak usah deh.” katanya sambil nggeloyor pergi kembali pilih-pilih kaos bertuliskan Singapura tentunya, karena yang pasti dia takut kalau salah satu kaosnya terselip kaos yang bertuliskan Batam Island.
Bosan juga menunggu mereka berdua pilih-pilih souvenir, aku langkahkan kaki keluar dari toko. Sambil sesekali ngecek HP, takutnya saking keasyikan gak tahu kalau ada yang menghubungi. Setelah puas melihat-lihat orang yang lalu lalang di depan toko, aku pun kembali ke dalam toko. Dan terlihat mereka berdua sudah selesai transaksinya. Sambil menenteng belanjaan kita pun menuju kesebuah panggung yang sengaja dibangun untuk tempat orang-orang duduk santai, di depan panggung itu terdapat beberapa stand kursi kesehatan alias kursi pijat yang sepi. Cuma terlihat SPG yang terkantuk-kantuk menunggu stand-nya, sebelah kanan dari panggung ada sekelompok orang yang sedang asyik bermain tenis meja.
Kami diam beberapa saat, akhirnya Ayat pun memulai percakapan.
“Fit, kamu masih sama seperti dulu. Tak berubah sama sekali”
“Hehe, yah beginilah. Emang mau berubah jadi apa, gak mungkinlah jadi wonderwomen. Kamu saja yang berubah, jadi makin jelek”
“Enak saja, gini-gini aku ini sering dikejar-kejar cewek-cewek satu kampus loh. Tapi kecuali kamu sih, kebanyakan cewek-cewek yang ngejar-ngejar aku. Sedangkan kamu, akulah yang mengejar-ngejar kamu. Kalau gak salah 6 bulan kamu baru mau menerima cintaku, itupun setelah aku ucapkan beribu-ribu kali.”
“Salah Ay, yang benar 7 bulan.” Kataku meralat ucapannya
“Iya kch, hehehe. Oya Fit, kamu masih memakai pembersih muka bergambar bunga sakura?”
“Enggak, aku sudah tak pakai itu lagi.”
“Iya kak, aku sering banget saat kangen sama kamu, aku masuk supermarket. Dan mengambil pembersih muka yang sering kamu pakai, untuk aku cium wanginya. Sebagai pengobat kangenku padamu, ah ... Fit, kalau ingat kamu. Aku merasa sangat menyesal dan sangat berdosa sekali, telah meninggalkan kamu”
“Ay, gak usah diungkit-ungkit. Ini kan sudah menjadi takdir kita berdua.” Aku membuang muka ke sisi kanan, untuk menahan setetes air mata yang hampir jatuh saat mengucapkan kalimat itu. Setelah berhasil menguasai hati, kembali menatap ke depan.
“Fit, seandainya saja dulu kamu langsung mengiyakan ucapanku. Waktu aku bilang ingin memperistri kamu, pasti semua akan lain ceritanya. Tapi, semua sudah terjadi. Kita tak boleh menyesalinya. Oya, gimana kabar ibu sama bapak. Mereka pernah bertanya tentang aku ya, dan pastinya mereka sudah tahu kalau aku sudah menikah.”
“Kabar mereka baik. Ibu pernah bertanya padaku, dia bilang ‘gimana kabar temanmu yang dulu pernah kerumah, dia serus kan sama kamu?’. Aku bilang ke ibu kalau kamu sudah menikah, trus jawab ibu ‘ya, berarti kalian bukan jodoh’ “
“Fit, jujur. Aku tak bisa menghilangkan perasaan cintaku padamu, semuanya masih ada disini di dada ini. Kemarin waktu aku menikah dengan istriku ini, aku gak tau kenapa dia begitu nekat untuk mengejar aku. Sampai-sampai dia ngurus semua surat-surat pernikahannya sendirian, tiba-tiba saja ortunya telpon dan mengatakan bahwa saya harus secepatnya menikahi anak gadisnya. (Ayat terdiam sesaat) Aku shock mendengar itu, karena jangankan ngapa-ngapain, nyentuh dia saja aku gak pernah. Demi Tuhan aku tak penah menyentuh dia sama sekali. Saat fikiranku sedang kalut, aku telpon kamu untuk mengajak kamu menikah. Tapi karena aku tak mau mengganggu skripsimu yang hampir selesai akhirnya aku gak jadi nekat untuk menemuimu. Padahal! Kalau seandainya kamu bilang ‘IYA’ waktu itu, pasti aku akan langsung menjemputmu. (Ayat menghela nafas), maafkan aku, waktu itu aku sengaja tak memberikan undangan pernikahan padamu, ternyata kamu tahu dari si Jim. Hingga akhirnya waktu acara dijawa, datang paketan dari kamu. Paketan berisi semua barang yang pernah aku berikan ke kamu, kamu kembalikan semua kepadaku. Aku sedih sekali Fit, Aku … ”
“Ay, tak usah diungkit-ungkit lagi. Semua sudah digariskan oleh Sang Maha Pencipta.” Ucapku lirih
“Fit, waktu itu aku takut kalau dia. Maksudku istriku akan nekad, yah kau tau bagaimana kalau orang melayu. Takutnya waktu nanti aku tinggalkan dia, dia bisa bunuh diri.”
(“Ayat, jahat banget! Kamu gak pernah memikirkan sedikitpun tentang perasaanku. Apa kau tau waktu itu aku pun sempat ingin mengakhiri hidupku. Tapi syukur, aku masih punya iman, jadi hanya air mata yang keluar semalaman menangisi takdir yang memisahkan kita. Kamu pernah janji padaku, kalau aku tidak boleh mempercayai siapa pun yang mengabarkan kalau kamu menikah, kecuali dari mulutmu sendiri. Tapi nyatanya! Apa? Kamu yang mengingkari kata-katamu sendiri, kamu memang pengecut! Aku tahu kenapa kamu memilih menikah dengan wanita itu, karena kamu gak ingin jabatan kamu sebagai manager perusahaan tergoyahkan. Kamu egois!” Rutukku dalam hati, sambil mengepalkan tangan kanan. Kembali kupalingkan muka ke sisi kanan dan buru-buru mengusap air mata yang melelh perlahan. Aku tak mau terlihat cengeng di depannya).
Setelah berhasil menguasai hati, aku menjawab. “Ay, Syukur kepada Tuhan, aku masih hidup sampai sekarang.”
Ayat terdiam, dan akhirnya memukul lembut bahuku.
“Ah, kau Fit”
Jam menunjukkan pukul 02:20 siang. Aku lihat jam pada hpku, hampir habis waktu sholat Dhuhur (untuk muslim)
“Fit, aku belum sholat Dhuhur.”
“Yuk, Ay. Kita ke mushola. Di lantai bawah keluar pintu Timur ada mushola, pas di pojok. Aku tidak sholat, lagi dapet.”
Kami pun beriringan menuju escalator turun ke lantai dasar dan menuju ke mushola. Selesai melakukan kewajibannya, Ayat mengajakku untuk kembali ke lantai dua, karena sebentar lagi dia harus naik Kapal Ferry untuk kembali ke Singapura.
“Fit, kamu pulang naik apa?”
“Naik bis, nunggu di halte tadi”
“Fit, kamu pulang gih, naik taxi saja ya. Biar aku antar ke pangkalan taxi”
“Gak ah Ay, aku saja yang pulang dulu. Aku antar sampai melewati jembatan penyeberangan ke pelabuhan. Ayuk, tuh bentar lagi waktunya penyeberangan”
“Iya, oke deh”
Kami bertiga beriringan menuju jembatan penyeberangan penghubung MegaMall dengan Pelabuhan International Ferry, hampir sampai di Jembatan. Tiba-tiba Aam ingat kalau belum beli air untuk bekal di kapal nanti, akhirnya dia pamit untuk beli minum.
“Ay, kita tunggu Aam disini saja ya”
Ayat mengangguk, dan kita pun berdiri pas di 1/3 jembatan sambil memandang kebawah. Terlihat mobil mulai berderet-deret memasuki MegaMall, karena kalau Weekend MegaMall selalu dipenuhi dengan turis lokal dan dari luar negeri untuk berbelanja atau hanya untuk jalan-jalan.
“Fit, aku pengen cubit hidung kamu sekali saja. Boleh ya, aku kangen banget”
“Eh, enak saja. Gak mau, sakit tau dicubit. Coba kamu aku cubit.” Aku pun mencubit lengannya
“Aduh! “
“Nah, sakit kan!”
“Fit, aku pengen foto kamu 1 kali saja. Ntar langsung aku hapus deh setelah dari pelabuhan.”
“Enggak Ay. Sekali enggak tetap enggak!” Aku menutup muka dengan kedua telapak tangan. Setelah dirasa dia gak akan memotret, kubuka kedua telapak tangan. Sambil cengengesan melihat ke arahnya, dan tanpa sempat menghindar Ayat mendekatkan tangan kanannya mencubit hidungku. Aku meringis kesakitan. Dia pun tertawa cekikikan, aku balas dengan mencubit lengannya lagi.
“Fit, aku sayang sama kamu.” Bisiknya
“Ay, sudah. Semua sudah berakhir”
“Fit, aku tak mau suatu hari nanti kamu menceritakan pada calonmu bahwa aku adalah seorang mantan, tapi tolong bilang sama calonmu kalau aku adalah teman masa lalumu. Itu saja pintaku seandanya dia bertanya tentang siapa aku”
“In syaa Allah”
(“Ay, yang pasti aku tak akan menceritakan kepada siapapun tentang hubungan kita dimasa lalu. Karena bila aku menceritakannya, sama halnya aku mengorek lukaku sendiri.” Ucapku dalam hati)
“Jaga diri baik-baik ya Fit, jangan terlalu banyak berfikir. Jaga kesehatan, selalu sabar dan tabah dalam menghadapi semua cobaan hidup”
“Ya Ay, selamat jalan sampai bertemu lagi. Hati-hati dijalan ya, hati-hati ntar nyebrang ada ikan paus lewat. Bahaya ntar gak bisa kembali ke Surabaya”
Aku berusaha mencairkan suasana dengan melemparkan candaan, dan sekali lagi Ayat mencubit hidungku. Setelah Aam kembali membawa minuman mereka pun berpamitan, lama tangan aku dan ayat berjabatan.
“Hati-hati kalau pulang ya say, langsung naik bus. Jangan lama-lama di sini banyak cowok-cowok.”
“Iya Ay. Bye.”
Aku berjalan keluar daru jembatan penyeberangan menuju MegaMall, sekali lagi menoleh ke belakang. Dan ternyata Ayat pun melakukan hal yang sama, dan dia melambaikan tangan. Kubalas dengan lambaian juga.
Perlahan aku turun melalui tangga berjalan menuju keluar pintu MegaMall, melewati parkiran menuju gerbang luar MegaMall. Bergegas menuju halte karena Bis trans ke Batu Aji sudah menanti disana, ditengan perjalanan menuju halte ponselku berbunyi.
“Ya Ay.”
“Lihat ke belakang”
Aku berhenti sejenak melihat kebelakang, dan terlihat Ayat melambaikan tangan. Aku pun membalas lambaikan tangan.
“Hati-hati ya, tak tega aku melihatmu pulang sendiri Fit.”
“Hehe, kan udah biasa”
“Ok, take care honey.”
“Yup. In syaa Allah”
Kumatikan ponsel dan berjalan menuju halte, kemudian naik bis jurusan Batu Aji – Batam Centre. Seperti waktu berangkat, bangku dekat jendela pilihan terbaik.

Arloji menunjuk angka 03:45 sore. Kurebahkan badan dan meraih remot TV.
Nada ponsel justin bieber, “Ya Ay. Udah naik kapal belum?”
“Belum, he ... penuh semua. Sejam lagi baru naik”
“Ya udah, sambil nunggu jalan-jalan saja dulu”
“Gak, aku sudah melewati bagian imigrasi. Lagi duduk nunggu kapal berikutnya. Fit, sudah sampai rumah kah?”
“Sudah, nie lagi nonton TV”
“Fit, nanti aku mau kirim sesuatu untuk kamu. Sebagai kenang-kenangan”
“Ay, gak usah”
“Gak apa-apa Fit, jangan ditolak. Anggap saja hadiah persahabatan. Please … ”
“Baiklah.”
“Nah gitu dong. Ok, bye.”
“Bye”
Aku matikan ponsel dan kembali melihat televisi yang tak tahu sedang menanyangkan program apa, karena fikiran ini tak bersama acara di televisi tersebut.
Dan kami pun kembali dalam dunia kami masing-masing. Aku kembali ke kehidupan nyata bertunangan dengan seorang pengusaha asal Sumatera Utara dan Ayat kembali ke kehidupannya bersama keluarga. Terima kasih sahabat atas pertemuan yang indah ini, semoga engkau selamat sampai tujuan.
May with love.

Selasa, 08 Juli 2014

Apa yang kita tabur, itulah yang akan dituai



✔ Satu pohon dapat membuat jutaan batang korek api.

✔ Tapi satu batang korek api dapat membakar jutaan pohon.. .

✔ Jadi... Satu pikiran negatif dapat membakar semua pikiran positif.

✔ Korek api mempunyai kepala, tetapi tidak mempunyai otak. Oleh karena itu setiap kali ada gesekan kecil, sang korek api langsung terbakar.

✔ Kita mempunyai kepala, dan juga otak, jadi kita tidak perlu terbakar amarah hanya karena gesekan kecil.

✔ Ketika burung hidup, ia makan semut. Ketika burung mati, semut makan burung.

✔ Waktu terus berputar sepanjang zaman. Siklus kehidupan terus berlanjut.

✔ Jangan merendahkan siapapun dalam hidup, bukan karena siapa mereka, tetapi karena siapa diri kita.

✔ Kita mungkin berkuasa tapi WAKTU lebih berkuasa daripada kita.

✔ Waktu kita sedang jaya, kita merasa banyak teman di sekeliling kita.

✔ Waktu kita sakit, kita baru tahu bahwa sehat itu sangat penting, jauh melebihi HARTA. .

✔ Ketika kita tua, kita baru tahu kalau masih banyak yang belum dikerjakan.

✔ Dan, setelah di ambang ajal, kita baru tahu ternyata begitu banyak waktu yang terbuang sia-sia.

✔ Hidup tidaklah lama, sudah saatnya kita bersama-sama membuat HIDUP LEBIH BERHARGA.

✔ Saling menghargai, saling membantu dan memberi, juga saling mendukung

✔ Jadilah teman perjalanan hidup yg tanpa pamrih dan syarat.

So just Believe in "Cause and Effect"
Apa yang kita tabur, itulah yang akan dituai.

Selasa, 03 Juni 2014

Ramadhan, Aku Pura-pura Rindu


Perenung untuk Ramadhan mendatang.



Ramadhan, ternyata selama ini kami cuma pura-pura merindukanmu.

Sejak dua bulan lalu ketika kami panjatkan doa kepada Allah untuk disampaikan kepadamu, kami selalu bilang kami begitu merindukanmu.
Ketika itu pula, kami selalu bilang kami tak sabar lagi untuk berjumpa denganmu – takut rasanya, bila ternyata umur ini membuat kami tak punya kesempatan untuk kita saling menyapa, saling mengisi, saling menyemangati. Akhirnya sampai juga hari ini, bahkan sudah separuh Ramadhan kami jalani.
Benar sekali, suka cita kami menyambut kehadiranmu. Apa lagi yang kami tunggu? Maka petasan meledak dan berisik di sana-sini, masjid-masjid kembali hidup, kitab-kitab dibersihkan dari debu yang menyelimutinya entah sejak kapan – Ramadhan lalu barang kali.
Berbondong-bondong kami berangkat sholat Tarawih meski berat sebab perut kami masih dalam keadaan kenyang keterlaluan, pukul tiga acara televisi sudah ramai dengan lawakan-lawakan yang tidak lucu, dan seperti biasa: lagu-lagu religi diperdengarkan di mana-mana. 

Inikah juga yang kau harapkan wahai Ramadhan?

Tiap hari kami menghitung lembar-lembar kitab yang telah kami baca, kami tersenyum: sudah banyak, insyaAllah targetan kami tercapai.
Kami tak terlalu perduli apakah kitab yang bolak-balik kami baca itu kami mengerti atau tidak, apalagi mengamalkannya – kejauhan.
Kami sudah sangat puas bila ada yang bertanya 'sudah berapa lembar yang sudah dibaca?' Kami bisa menjawab: 'sudah khatam dua kali'. Lalu mereka kagum. Bukankah itu surga?

Tapi, itukah sambutan yang sungguh kau harapkan wahai Ramadhan?

Kami melihat agenda harian kami:
❐ Senin buka bersama dengan X,
❐ Selasa buka bersama dengan Y,
❐ Rabu buka bersama dengan Z, sekaligus Sahur on The Road,
❐ Kamis.. 
❐ Jum’at.. 
..............begitu seterusnya.
Begitulah cara kami merayakan kedatanganmu.
Tarawih bisa dilewatkan karena sunnah, shalat malam jangan ditanya, mana sanggup kami menunaikannya.
Malam-malam kami habiskan dengan tidur dengan lelap karena lelah, jangan sampai kami kesiangan sahur apalagi ketinggalan acara sahur favorit. Nanti kami dibilang tidak gaul.
Shalat subuh dibulan Ramadhan bagi kami adalah ritual penting menurut alam mimpi.
Ya, kami tidur lagi karena tidur dibulan Ramadhan adalah ibadah.
Puasa kami tidak pernah bolong barang sehari, sebagaimana lisan kami yang tak pernah lupa jadwal amalan gibahnya.
Kami begitu kuat menahan lapar, dahaga, birahi, sebagaimana kami begitu kuat menahan harta yang ada di dompet kami – tak ada yang boleh menyentuhnya, sebab akan kami gunakan untuk lebaran maha meriah kami.
Sesekali kami ingat ucapan penyair itu:
"kau akan menjadi milik hartamu jika kau menahannya, dan jika kau menafkahkannya maka harta itu menjadi milikmu."

Tapi siapa perduli. Lebaran tetaplah lebaran, merayakannya dengan kesederhanaan tak boleh jadi pilihan.


Seperti itukah perlakuan yang ingin kau dapatkan wahai Ramadhan?


Kelak ketika Ramadhan berakhir, kami – dengan mengendarai mobil pribadi kami – akan berkeliling mengunjungi saudara dan kerabat, bermaaf-maafan atau sekedar mencicip kue. Kami tentu senang, bahagia, karena katanya kami menang.

Ah, Ramadhan.

Entahlah, kami tak mengerti: barangkali kami memang cuma pura-pura merindukanmu. 


from: http://azharologia.com/2013/07/24/ramadhan-aku-pura-pura-rindu/